Bercinta Dengan Ibu Kandung Sendiri Target [WORK]
Download File > https://ssurll.com/2t7gKt
Baru-baru ini viral kisah anak perempuan 14 tahun berinisial F diduga dicabuli oleh laki-laki berusia 41 tahun berinisial W, hingga hamil. W, sebagai pelaku adalah tetangga dan teman dekat ayah korban. Pada 29 Juni 2020, korban melahirkan, dan sebulan kemudian (29/7/20) korban meninggalkan rumah, dan hingga kini belum kembali. Ibu kandung korban menduga bahwa anaknya dibawa lari oleh pelaku yang diduga menghamili korban. Dari keterangan sejumlah saksi korban sempat bercerita kepada rekannya bahwa dirinya ingin bersama W. Walau disinyalir korban pergi atas kemauannya sendiri, namun karena korban masih dibawah umur maka kasus ini dianggap kasus penculikan.
Sensasi ikat-mengikat dengan potongan kain halus juga bisa menghadirkan menggairahkan dalam aktivitas bercinta Anda. Tetap gunakan penutup mata pada pasangan, lalu ikat pergelangan tanggannya menggunakan kain tersebut.
Namun, di dalam konteks negatif adalah ketertarikan ini konteksnya adalah kepada ibu kandungnya sendiri. Seorang pria tidak hanya sekedar merasa nyaman dan suka bersama seorang wanita yang notabane adalah ibu kandungnya sendiri, akan tetapi juga ada ketertarikan secara seksual. Oedipus complex lebih cenderung kepada penyimpangan.
Ketergantungan ini jika bergerak ke arah positif, maka ia akan tertarik dengan wanita lain dengan karakter yang mirip dengan sosok ibunya. Namun segi negatifnya, di dalam diri akan tumbuh hasrat seksualnya yang tercurahkan kepada sosok ibunya sendiri, dan inilah penyimpangan dari oedipus complex tersebut.
Pada saat ini, hal yang paling menyedihkan terjadi yakni perkosaan oleh orang terdekat si korban, yang masih memiliki hubungan darah dengan korban yang seharusnya menjadi pelindung dan pembimbing korban. Banyak sekali kasus yang terjadi antara perkosaan ayah dan anak yang masih di bawah umur, kakak dan adik, bahkan antara ibu dan anak kandungnya sendiri.
Kasus-kasus yang terjadi dalam hal incest yang dapat digolongan dalan kategori seductive rape sangat banyak terjadi namun hanya sedikit yang terungkap. Pada tahun 2008, di Jambi juga terdapat incest antara ibu dan anak kandungnya sendiri yang mengakibatkan kehamilan pada si ibu. Anak kandung yang melakukan incest dengan ibunya berusia 16 tahun pada waktu itu (ANTARANews, 3 Agustus 2008). Di Bengkulu sendiri pada tahun 2009 sebanyak satu kasus dan pada tahun 2010 terdapat empat kasus incest yang terjadi di Bengkulu (Media Indonesia.com, 8 Maret 2011). Sepanjang tahun 2005-2010, beberapa kasus incest terungkap di Aceh. Tahun 2009, beberapa kasus terungkap di Kecamatan Nisam, Aceh Utara, seorang anak diperkosa dan dibawa lari oleh abang iparnya, Kemudian, di lain tempat (tapi masih di Aceh) ada juga incest yang dilakukan oleh ayah tirinya yang berusia 25 tahun berulangkali pada anak tirinya yang masih berusia 15 tahun, serta ada juga yang memperkosa anak tirinya yang berusia 17 tahun. Pada tahun 2010, di Aceh juga terjadi incest antara ayah tiri (32 tahun) memperkosa anak tirinya yang berusia 14 tahun. Di Sumatera Utara, juga ditemukan incest antara anak di bawah umur dengan ayahnya yang mengakibatkan anaknya hamil hingga 26-28 minggu yang pada akhirnya Terdakwa dijatuhi hukuman 15 tahun penjara dan dikenakan kurungan tambahan 3 bulan penjara atau denda Rp. 60.000.000,00.
Anak dalam Pasal 1 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, didefinisikan sebagai seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Banyak kasus incest terjadi pada anak-anak di bawah 18 tahun, sehingga diproses dengan menggunakan UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang jika pelakunya adalah orang dewasa, maka akan dapat diperberat 1/3 hukumannya dari yang sudah diatur dalam Pasal 81 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Di Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sendiri, kasus incest sangat jarang bahkan hampir tidak pernah ada yang melaporkan kejadian ini. Hal ini dikarenakan sama saja membuka aib keluarga, walaupun ada juga yang melaporkan langsung kepada pihak kepolisian yang kemudian masuk ke dalam proses pengadilan hingga keluarnya putusan Mahkamah Agung. Peran KPAI sendiri yang gunanya melindungi anak korban perkosaan yang dilakukan masih dengan kerabat yang memiliki hubungan darah ini dapat memberikan rujukan atau rekomendasi untuk penanganan psikologis korban incest, apalagi jika harus hamil dalam usia dini.
Pencegahan ini untuk menhindari kekerasan fisik dan penelantaran (setelah incest) melalui ketiga tahapan di atas . Pada tahap pertama, strategi pencegahan tahap pertama termasuk memberikan perhatian khusus, pelayanan hot line darurat untuk menerima pengaduan dari masyarakat, program kunjungan ke rumah-rumah di daerah yang sudah ditargetkan sebelumnya, membuka kelas penuyuluhan kepada orang tua terkait incest ini, dan juga membuat kelompok-kelompok pendukung untuk mendukung gerakan anti incest khususnya pada anak . Usaha-usaha politis yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pelayanan sosial jaringan sosial untuk memerangi kerentanan lingkungan pada anak yang harus dihadapi dengan beberapa komponen untuk menghindari perkosaan pada anak . Dengan adanya jaring pengaman sosial, maka diharapkan kehidupan masyarakat akan makmur dan hidup mereka sedikit di atas kemiskinan karena kemiskinan menjadi salah satu penyebab adanya perkosaan khususnya incest.
Strategi pencegahan tahap ketiga, usaha yang dapat dilakukan antara lain menyediakan layanan terapi atau melakukan intervensi untuk mendukung anak-anak yang menjadi kekerasan seksual, incest atau penelantaran . Pencegahan yang dilakukan terhadap anak yang mengalam incest harus diikuti dengan membangun target dengan dasar yang berbeda yang didasarkan pada dua hal kritis terhadap korban-korban yang sekiranya berpotensi unuk incest daripada terhadap korban yang potensial, dan lebih ke arah pencegahan tahap pertama dibandingkan pencegahan tahap kedua atau ketiga .
Mengedukasikan anak-anak untuk melindungi diri mereka sendiri, jika hal ini berhasil maka pendekatan-pendekatan yang dilakukan (pencegahan yang dilakukan melalui 3 tahap) dapat diminimalisir biayanya karena akan lebih sering melibatkan intervensi dari keluarganya pribadi untuk melindungi anak-anaknya dan mengawasi mereka. Setidaknya, jika anak-anak gagal melindungi diri mereka sendiri, dapat dilakukan dengan pencegahan tahap pertama dan kedua pada anak-anak skala besar dengan pengeluaran yang minimum.
Kalaupun dari segi pendanaan berhasil untuk mengadakan penyuluhan pada kelompok rentan atau juga kepada korban, seringkali muncul juga kesulitan dalam hal menjaring korban untuk ikut penyuluhan dikarenakan adanya rasa malu dari pihak individunya dan juga adanya stigma dari masyarakat terhadap orang yang datang penyuluhan tersebut. Hal inilah yang dapat mempengaruhi kesuksesan program. Meskipun ada program terapi bagi korban-korban pelecehan, namun hal ini tidak akan berjalan efektif apabila hanya ada pengawasan yang minim dari orang tua dan minimnya kemampuan anak atau anak sebagai korban incest dalam melindungi dirinya sendiri. Pada beberapa tahun terakhir, hal yang sering dilakukan untuk melindungi korban incest adalah dengan memidanakan pelaku namun, hanya sedikit pihak publik yang memiliki simpatik pada korban .
Efek Traumatik Dari Incest Efek luar biasa yang ditakutkan dari adanya incest adalah hal yang paling ditakuti terjadi pada anak sebagai korban. Menurut Weinberg, keberadaan incest di tengah-tengah kehidupan masyarakat makin kian marak terjadi seiring penurunan moral orang tua atau juga dapat disebabkan karena retaknya hubungan kedua orang tua yang mengakibatkan anak menjadi korban. Ketika kedua hubungan orang tua dalam keadaan normal, maka incest tidak akan terjadi . Pendapatnya ada benarnya mengingat kasus-kasus yang terjadi di Indonesia sebagaimana telah disebutkan di atas, terjadi karena keretakan hubungan kedua orang tua.. Sehingga, ada ayah yang melakukan incest dengan anak perempuannya di bawah umur karena telah berpisah dengan ibunya, juga ada ibu yang incest dengan anak laki-lakinya di bawah umur sehingga ibunya hamil, meskipun juga ada incest antara kakak tiri dengan adik tirinya yang mana hal ini karena merasa korban bukan saudara kandungnya. Selain faktor hubungan kedua orang tua yang telah retak, faktor kemiskinan dan juga lingkungan sekitar (tidak ada kebersamaan antara masayarakat sekitar, atau juga karena jarah antar rumah berjauhan) dapat mendukung perbuatan incest ini. Berdasarkan disorganisasi dalam keluarga, mengakibatkan celah yang dapat digunakan pelaku untuk melakukan incest dengan anggota keluarga lainnya. Posisi anak perempuan dalam keluarga menjadi rentan dalam kondisi disorganisasi keluarga karena hubungannya yang akan tidak berjalan mulus baik dengan ayah kandung, ayah tiri, maupun kakak tiri laki-laki, sehingga anak perempuan berada dalam posisi pasif dan menjadi korban kekerasan. Dalam hal incest terjadi dalam kondisi keluarga demikian akan mengakibatkan sejarah kelam bagi si anak yang akan menimbulkan gangguan mental dan juga fisik . Mengutip dari Hentig dan Viernstein, yang mana mereka mendeskripsikan bahwa satu-satunya jalan bagi ayah sebagai pelaku incest, atau ibu maupun kakak tiri pelaku incest, untuk diisolasikan sejauh mungkin terhadap anak yang menjadi korban incest. Hal ini diperlukan untuk memulihkan mental korban incest agar tidak kembali shock atau takut terhadap pelaku.
Pengadvokasian terhadap korban yakni anak-anak yang masih rentan, sudah menjadi tanggung jawab pekerja sosial untuk melindungi anak-anak korban tersebut dengan mengusahakan upaya hukum pemidanaan kepada pelaku. Para profesional yang berada di kubu ini yakin bahwa baik anak yang menjadi korban maupun si pelaku harus keluar meninggalkan rumah ittu dan tidak tinggal di rumah tempat kejadian khususnya untuk mengurangi traumatik pada anak yang menjadi korban. Mereka juga meyakini dengan model pemidanaan merupakan penyelesaian inti untuk membuat masalah incest selesai agar anak sebagai korban tidak menyalahkan dirinya sendiri, karena dengan pelaku dipidana, maka jelaslah yang bersalah adalah pelaku, bukan anak yang menjadi korban tersebut. Selanjutnya mereka juga beranggapan bahwa pemidanaan merupakan bentuk tanggung jawab pelaku untuk mempertanggungjawabkan perbuatan incest yang telah dilakukan dan agar pelaku juga mengetahui bahwasanya begitu seriusnya tindakan incest yang ia lakukan . Selanjutnya, mereka juga yakin bahwa anak-anak yang menjadi korban incest itu harus dijauhkan dari orang tua atau kerabat yang menjadi pelaku hingga kasusu di sidang pengadilan. Di pengadilan, barulah kedua pihak dipertemukan untuk dikonfirmasikan keterangan keduanya untuk mengetahui siapa yang harus dipersalahkan. Sehingga, pengadvokasian dan pemulihan berupa terapi antara terhadap korban dan pelaku dipisahkan karena mereka punya proporsinya sendiri, namun yang harus diutamakan adalah terhadap anak sebagai korban karena incest selalu membawa trauma yang mendalam . 2b1af7f3a8